MICROBIOLOGY TEST
Pemeriksaan mikrobiologi sangat penting digunakan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit dengan kecurigaan infeksi akibat suatu mikroorganisme. Banyak gejala yang ditimbulkan akibat infeksi oleh bakteri. Akan tetapi, gejala yang ditimbulkan oleh infeksi suatu mikroorganisme memiliki ciri khas sendiri-sendiri tergantung patogenitas atau kemampuan bakteri dalam mengeluarkan toksin ke dalam tubuh makhluk hidup. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit dan diperoleh terapi untuk pasien secara tepat.
Dari pemeriksaan mikrobiologi ini, para ahli akan mempertimbangkan bagian cairan tubuh yang mana yang akan dilakukan pemeriksaan berdasarkan gejala tertentu yang ditimbulkan akibat sifat patogenitas bakteri. Jenis tes mikrobiologi sangat bermacam-macam, mulai dari pemeriksaan darah, urine, feses, swab rektal, swab tenggorok, sputum, pus, dll.
Berikut adalah cara identifikasi mikroba berdasarkan sampel yang diambil :
1. Darah
Darah merupakan sampel yang dapat diambil melalui vena. Darah merupakan bagian tubuh yang seharusnya steril, jika setelah dilakukan kultur menunjukkan terdapat pertumbuhan bakteri, bisa disimpulkan bahwa darah mengalami kondisi bakteremia, jika tidak cepat diatasi akan menyebabkan sepsis.
Darah biasa diambil untuk pemeriksaan dugaan infeksi bakteri Salmonella sp. Kultur darah dilakukan pada media Gall pada demam minggu ke 1 sampai minggu ke 2. Selain itu, bakteri lain yang juga dapat ditemui pada sampel darah antara lain, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, Enterococcus faecalis, Klebsiella pneumoniae.
2. Urine
Urine/air seni/air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan tubuh oleh organ ginjal melalui saluran kemih yakni, ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra yang disebut dengan proses urinasi. Ekskresi urine ini diperlukan guna membuang molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Jika terdapat dugaan terjadi kelainan pada saluran kemih, akan dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan sampel urine. Pemeriksaan ini disebut dengan urinalisis atau tes urine. Tes ini biasa dilakukan untuk mendiagnosis gangguan pada saluran kemih. Misalnya untuk pemeriksaan diabetes, penyakit ginjal, dan juga infeksi saluran kemih (ISK).
Pemeriksaan mikrobiologi urine dapat dilakukan dengan kultur menggunakan sampel urine porsi tengah. Dengan cara menampung urine sebaiknya pagi hari dengan membuang urine yang pertama keluar dan menampung urine setelahnya pada wadah yang bermulut lebar dan steril guna menghindari adanya kontaminasi. Selain itu, juga dapat menggunakan urine suprapubik dan kateter (Chenari M., dkk, 2012). Stabilitas sampel urine adalah 2 jam pada suhu ruang dan 24 jam pada suhu 2-8 derajat celcius.
Kultur dapat dilakukan dengan menanam pada media Blood Agar dan Mac Conkey. Kemudian inkubasi pada suhu 37 derajat C selama 24 jam. Setelah itu lakukan pewarnaan gram untuk menentukan uji selanjutnya. Jika bakteri gram negatif lakukan pemeriksaan IMVIC/Uji Biokimia. Jika gram positif lakukan uji katalase dan koagulase.
Bakteri yang biasa ditemukan pada sampel urine antara lain, Eschericia coli. Menurut (Samirah, et al 2004) dan (Mahesh et al, 2011) lebih dari 90% ISK tanpa komplikasi disebabkan
infeksi Escherichia coli.
3. Feses
Feses atau Tinja adalah hasil dari proses sisa pencernaan dalam tubuh berupa pembuangan kotoran melalui sistem defekasi pada anus. Gangguan pencernaan merupakan suatu hal yang tidak nyaman pada perut. Sehingga, untuk mengatasi masalah tersebut sangat diperlukan penegakan diagnosa penyebab penyakit pada sistem pencernaan.
Cek feses akan direkomendasikan oleh dokter ketika mengalami gangguan pencernaan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis pada gangguan pencernaan khususnya untuk melihat infeksi penyebabnya, misalnya infeksi parasit, virus, atau bakteri.
Ciri-ciri feses yang normal adalah berwarna coklat, bertekstur lembut, dan keseleruhan bentuknya konsisten. Tidak mengandung bakteri, virus, jamur, parasit, lendir, nanah, darah, dan serat. Adapun cara penampungan feses adalah dengan wadah yang bersih, bermulut lebar, dan dapat ditutup dengan rapat. Tempat penampungan feses tidak boleh mengandung deterjen/ion logam. Feses tidak boleh tercampur dengan urine. Jika feses tidak langsung diperiksa, maka feses harus diberi pengawet. Contoh bahan pengawetnya adalah kombinasi natrium/kalium fosfat + gliserol (Winn, dkk, 2006).
Pemeriksaan mikrobiologi feses dapat dilakukan dengan metode mikroskopis, penanaman pada media, imunologis, dan molekuler. Metode mikroskopis dibagi menjadi 2 yaitu dengan pengecatan dan tanpa pengecatan. Sedangkan metode penanaman dapat dilakukan dengan menanam pada media agar sesuai dengan indikasi bakteri yang dicari. Uji immunologis dapat dilakukan dengan uji widal dan uji wasserman (uji komplemen). Uji mikrobiologi molekuler dapat dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) (Winn, dkk, 2006).
Diare penyebab gangguan pencernaan dibagi menjadi berikut :
- Diare NonInflamatory : Disebabkan oleh bakteri ETEC, Vibrio cholerae, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus (Winn, dkk, 2006)
- Diare Inflamatory : Disebabkan oleh Shigella sp, EIEC, EHEC, Salmonella enteridis, Clostridium difficile, dan Vibrio parahaemolyticus (Winn, dkk, 2006)
- Diare Penyakit Sistemik : Disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, Salmonella non typhi, dan Yersinia enterocolitica (Winn, dkk, 2006)
4. Swab Rektal
Swab Rektal adalah pemeriksaan dengan melakukan usap pada sekitar anus dengan kecurigaan adanya infeksi pada saluran pencernaan. Tidak jauh berbeda seperti dengan indikasi pada sampel feses. Hanya berbeda pada teknik pengumpulan sampelnya yaitu dengan cara melakukan usap dubur kemudian ditanam pada media agar.
Adapun bakteri penyebab gangguan pencernaan yang dapat ditemukan pada sampel swab rektal antara lain : Salmonella sp, Shigella sp, Vibrio cholerae, dan Eschericia coli.
5. Swab Tenggorok dan Sputum
Swab Tenggorok dan sputum adalah sampel yang digunakan untuk menegakkan diagnosa akibat infeksi pada saluran pernapasan. Berbagai organisme patogen dapat terdeteksi melalui pemeriksaan swab tenggorok dan sputum. Organisme-organisme tersebut antara lain Mycobacterium tuberculosis, Corynebacterium diphteriae, Streptococcus pneumoniae, Klebsiella pneumoniae, dll (Putranto, dkk, 2014).
Pemeriksaan mikrobiologinya antara lain :
- Pewarnaan tahan asam (untuk diagnosa Mycobacterium tuberculosis)
- Media pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis adalah media Lowenstein-Jensen Agar (Media LJ) tumbuh koloni berwarna coklat
- Pemeriksaan Corynebacterium diphteriae dengan memasukkan pada media transport stuart kemudian ditanam pada media Cystine Tellurite Blood Agar (CTBA)
- Penanaman pada media Blood Agar dan Mc. Conkey untuk kecurigaan selain Mycobacterium tuberculosis dan Corynebacterium diphteriae.
6. Pus
Sampel pus merupakan infeksi piogenik yang ditandai dengan peradangan organ yang biasa disebabkan oleh bakteri piogenik, hal ini menyebabkan leukosit mati dan terakumulasi oleh agen infeksius (Koneman, dkk, 2005 ; Sharma, dkk, 2015)
Secara keseluruhan prinsip pemeriksaan mikrobiologi adalah sama. Yang membedakan adalah hasil uji yang dilakukan untuk menentukan spesies apa mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada manusia. Metode pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Kultur mikroba pada media agar
2. Pemeriksaan mikroskopik
3. Uji biokimia
4. Uji mikrobiologi molekuler (PCR)
Kelompok kuman piogenik antara lain : Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Eschericia coli, Streptococcus pneumoniae, Klebsiella pneumoniae, Salmonella typhi, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhoeae, Mycobacterium tuberculosis (Singh, dkk, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
Mahesh, E, Medha, Y, Indumathi, V.A, Kumar, P.S, Khan, M.W, Punith, K.
2011 Community-acquired urinary tract infection in the elderly BJMP,
4(1):407
Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. 2006. Pola dan sensitivitas kuman
pada penderita infeksi saluran kemih. Indonesian journal of clinical pathology
and medical laboratory, 110-11
Winn WC dkk..Koneman’s ColorAtlas and Textbook of
DiagnosticMicrobiology. Edisi VI.Philadelphia : Lippincott Williams
&Wilkins, 2006. h. 67−110.
Putranto RH, Sariadji K, Sunarno, Roselinda. Corynebacterium diphtheriae: diagnosis laboratorium bakteriologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia; 2014.
Singh S., M. Khare, R.K. Patidar, S. Bagde, K.N. Sahare, D.
Dwevedi and V. Singh. 2013. Antibacterial Activities Against Pyogenic
Pathogens. Int. Jour. Of Pharmaceutical Sciences and Research. 4(8):2974-2979.
Koneman W.K., Allen S.D., Janda W.M., Schreckenberger P.C.,
propcop G.W., Woods G.L, Win W.C., and Jr. Philadelphia. 2005. Color Atlas and
Text Book of Diagnostic Microbiology. 6 th Edition. Lippincort-ravea Publisher.
Pp. 624-662.
Sharma V., G. Parihar, V. Sharma and H. Sharma. 2015. A
Study of Various Isolates from Pus Sample with Their Antibiogram from Jln
Hospital Ajmen. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences. 14(10): 64-68.